Kamis, 28 Oktober 2010

Sesal Kemudian Tak Berguna

Tersebutlah kisah sepasang sahabat karib, seekor  Ular dan seekor Kodok. Mereka selalu bermain bersama, seakan tak ada hari yang terlewatkan dalam kebersamaan mereka.
Pada suatu hari Sang Ular mengajak Sang Kodok menghadiri pesta di kediaman  Sang Ular. Sang Kodok tak kuasa menolak dan ia pun menerima undangan sahabatnya. Sungguh pesta yang meriah luar biasa, seluruh kerabat Sang Ular hadir disana. Di tempat pesta Sang Kodok pun berusaha menyesuaikan diri, namun mana mungkin dia dapat bersimpuh seperti bangsa Ular hingga dia hanya dapat merendahkan posisinya sehingga tidak nampak sedang berjongkok. Pada saat jamuan makan tiba, tak urung juga kata-kata yang kurang enak mampir di telinganya yang lebar.
“Hai, .. lihatlah tamu itu, sungguh tak pandai dia menghargai bangsa kita!” seru salah seekor kerabat Sang Ular.
“Sombong benar dia!” seru yang lainnya.
“Huh dasar kodok kampungan, tak bisakah kau makan sambil bersimpuh seperti kami?” kata seekor yang lain lagi.
Pesta pun menjadi ramai dengan caci maki kerabat Sang Ular yang ditujukan pada Sang Kodok. Dengan perasaan malu campur geram Sang Kodok pun berlari meninggalkan tempat itu.
Keesokan harinya Sang Ular menemui Sang Kodok ditempat biasa mereka berrmain.
“Sahabatku, ... aku mohon maaf atas perbuatan keluargaku” kata Sang Ular, “Aku harap kau tidak marah kepadaku...!”
“Sahabatku Sang Ular,... aku tidak marah, meskipun saat itu aku malu dan gusar, tapi aku tak akan pernah menaruh dendam padamu!” jawab Sang Kodok dengan arifnya.
“Terima kasih kawan! ... Sungguh kamu sahabatku yang baik! Seru Sang Ular.
Hari-hari berlalu menjadi minggu, bulan dan tahun,  mereka masih tetap bersahabat. Mungkin pernah terucap untuk selalu tolong menolong dan tidak saling menyakiti.

Pada suatu hari keluarga Sang Kodok mengadakan pesta. Sang Kodok pun tak lupa mengundang Sang Ular. Untuk menghormati sahabatnya Sang Ular menerima undangan itu. Di tempat pesta perasaan kaku menjalari Sang Ular. Dia berusaha untuk menyesuaikan diri. Badannya yang panjang dibuatnya melingkar, namun tetap saja bersimpuh karena dia tidak punya kaki.
Pada saat jamuan makan tiba, sang Kodok mempersilahkan sahabatnya untuk segera melahap hidangan yang telah disediakan. Ditengah hiruk pikuknya suasana pesta serta sedang asyiknya Sang Ular melahap makanan, seekor kerabat Sang Kodok menghampirinya.
“Heh, ... kau kah sahabat saudaraku?” tanya kerabat Sang Kodok.
“Ya, ...” jawab Sang Ular.
“Dapatkah kau menghargai bangsa kami dengan makan sambil duduk? Lanjut kerabat Sang Kodok dengan suara agak lantang.
Mendengan teriakan itu semua para undangan segera mengarahkan pandangannya pada Sang Ular. Dengan perasaan malu dan marah Sang Ular segera meninggalkan tempat itu, sambil membawa dendam yang dalam.

Seperti halnya kejadian pada saat undangan Sang Ular, Sang Kodok pun merasa sedih atas perbuatan kerabatnya pada Sang Ular, maka segeralah dia menemui sahabatnya.
“Hai sahabatku, ... aku minta maaf atas perlakuan kerabatku” pinta Sang Kodok “... sungguh aku tidak bermaksud membalas perbuatan keluargamu dahulu”.
Dendam yang sudah mengendap di hati Sang Ular segera membakar kemarahannya.  Tanpa pikir panjang Sang Kodok pun dipatuknya, lalu ditelannya bulat-bulat.
Ketika Sang Ular hendak beranjak, badannya terasa berat karena sahabatnya telah berada di dalam perutnya. Menangislah ia sejadi-jadinya sambil meratap “ Oh Dewata, ... sungguh aku menyesal, sahabat baikku telah  tiada, dengan siapakah aku bermain?

0 komentar:

Posting Komentar